Tampilkan postingan dengan label Dunia Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dunia Islam. Tampilkan semua postingan
| 0 komentar ]

Orang tua harus menjadi pendengar yang baik bagi anaknya. Ketika orang tua memposisikan diri sebagai pendengar yang baik, anak merasa dihargai, dicintai dan tumbuhlah kepercayaan diriya.

Berikut ini adalah 10 tips menjadi pendengar yang baik, yang disarikan dari buku Kaifa Turabbi Abna'aka fi hadzaz Zaman karya Dr. Hassan Syamsi Basya :


1. Jadilah pendengar aktif, bukan pasif. Maksudnya, libatkan seluruh anggota tubuh Anda. Tinggalkan dulu aktifitas lain seperti membaca koran atau bermain blackberry. Pandang wajah ananda dengan penuh perhatian.

2. Tampakkan perhatian dan kasih sayang. Meletakkan tangan Anda ke bahunya atau menggenggam tangannya bisa menjadi pilihan Anda.

3. Perhatikan geraknya dengan baik, termasuk gerak mimik dan pantomimik. Bahasa tubuh anak seringkali mewakili apa yang sulit ia ungkapkan secara verbal. Buat ia yakin bahwa Anda telah paham dan merasakan apa yang ia rasakan.

4. Cobalah menyimpulkan apa yang ia sampaikan. Ketika ia mengatakan "aku tak mau umi ngulang-ngulang perintah terus" berarti ia merasa tidak dihargai dan dianggap tak paham. "Abi jarang di rumah" mengungkapkan bahwa ia protes kurangnya perhatian.

5. Duduk atau berjongkoklah agar posisi Anda setara dengannya dan kedekatan psikologis lebih terasa.

6. Dekaplah ketika ia bersedih atau gelisah, pastikan ia merasa nyaman.

7. Berilah waktu seluas-luasnya bagi ananda untuk mengungkapkan perasaannya.

8. Rayulah dengan lembut agar anak mau mau menceritakan isi hatinya.

9. Hindarilah memberi nasihat ketika anak Anda sedang kesal atau marah.

10. Dengarkan apapun yang diceritakan anak. Jangan menyela atau memotong pembicaraannya.

tulisan ini juga di muat di bersamadakwah.com

| 0 komentar ]

Sebuah atom, terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang, terdiri dari inti dan elektron yang berputar di sekitar inti.

Proton merupakan inti bermuatan positif dan neutron tidak bermuatan, inti itu sendiri selalu bermuatan positif. Sedangkan elektron yang berputar di sekitar inti sebanyak satu juta kali putaran per detik SELALU bermuatan negatif.

Salah satu karakteristik terpenting yang membuat atom begitu menakjubkan adalah putaran dari electron yang tanpa henti.

Elektron dalam atom, yang tidak pernah berhenti berputar sejak saat penciptaan mereka, TERUS BERPUTAR TANPA TERPUTUS DENGAN KECEPATAN YANG SAMA, tidak peduli berapa banyak waktu berlalu atau dari bagian apa substansi mereka.


Setiap atom memiliki jumlah elektron yang berbeda. Misalnya, hanya ada 1 elektron dalam atom hidrogen, 2 elektron dalam atom helium dan 92 elektron dalam atom uranium.

Elektron-elektron tersebut berputar pada tujuh orbit yang terpisah. Dalam atom yang berat, sekitar 100 elektron didistribusikan di antara tujuh orbit tersebut. Sejumlah elektron berputar dengan kecepatan luar biasa pada orbit yang sama, atau bahkan ada elektron yang menyeberang antar orbit. TETAPI MEREKA TIDAK PERNAH bertabrakan.

Hal Ini adalah salah satu aspek yang paling menakjubkan dari elektron. Tak ada satupun dari seratus atau lebih elektron pada tujuh orbit berbeda, yang berputar satu juta kali tiap detiknya, yang pernah bertabrakan dengan elektron yang lain, berhenti berputar atau putarannya menjadi lambat. Setiap elektron masing-masing mengontrol gerakannya yang menakjubkan itu agar tetap pada jalannya sendiri, dalam harmoni yang menakjubkan, dan telah melakukannya sejak penciptaan alam semesta.

Ada hal lain yang menakjubkan di sini. Agar elektron dapat berputar pada orbit yang berbeda mereka harus memiliki massa yang berbeda, seperti planet-planet. Tapi anehnya semua elektron MEMILIKI MASSA DAN UKURAN YANG SAMA. Hal inilah yang hingga saat ini belum diketahui mengapa tingkat energi dari partikel-partikel identik ini berbeda dan mengapa mereka berputar dalam orbit yang berbeda (padahal massa dan ukurannya sama).

Elektron menempati tempat mereka di orbitnya dengan suatu perintah khusus dan berpindah tempat bila perlu, juga dengan cara yang sama. Mereka terlindungi secara special, maka dengan demikian mereka tidak pernah berbenturan, karena pada hakikatnya mereka berada di bawah kendali tunggal dari Alloh Yang Maha Kuasa, yang Menciptakan dan Selalu Mengawasi mereka setiap saat.

Setiap atom telah diciptakan lebih dari 15 miliar tahun yang lalu dan sampai saat ini masih tetap patuh menjalankan aturan sama yang menakjubkan tersebut.

Selama 15 miliar tahun, tidak ada satupun elektron berputar pada orbit yang salah, tak ada satupun yang merubah kecepatan atau bertabrakan dengan elektron yang lain, karena setiap elektron berada dalam pengetahuan Tuhan kita dan setiap elektron bergerak atas perintah-Nya.

Itu sebabnya, jika dikaji dari sisi pengetahuan dan penciptaan, mulai dari galaksi raksasa hingga ke dunia yang tak terlihat di dalam atom, semuanya adalah satu dan sama. Mereka semua ada karena Tuhan kita Allah memerintahkan mereka untuk  "Jadilah!"

Aku berlindung kepada Alloh dari godaan syetan yang terkutuk

Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "kun (jadilah)", maka jadilah ia. (Surat An-Nahl: 40)

Sumber : http://id.harunyahya.com/id/works/107560/DUNIA_ELEKTRON_YANG_MENAKJUBAN

| 0 komentar ]


REPUBLIKA.CO.ID, Suatu hari, seorang ahli kelautan bernama Jacques Yves Costeau melakukan penelitian di dasar laut untuk Discovery Channel. Ia menelurusi fenomena bawah laut di Cenota Angelita, Mexico.

Saat melakukan penyelaman, ia dikejutkan dengan sebuah fenomena alam yang luar biasa. Dia menemukan air tawar di antara air laut yang asin. Penemuan itu membuatnya takjub. Bagaimana mungkin air tawar bisa berada terpisah dalam air laut yang asin? Tetapi itulah kenyataan yang dia temukan di dalam laut.


Rasa ingin tahunya yang besar membuat Costeau kembali menyelam lebih dalam lagi. Ia menyaksikan fenomena alam yang lebih mengejutkan lagi. Betapa tidak. Ia melihat ada sungai di dasar lautan.

Sungai di bawah laut itu ditumbuhi daun-daunan dan pohon. Para peneliti menyebut fenomena itu sebagai lapisan Hidrogen Sulfida. Tapi tampak seperti sungai? Yang menjadi tanda tanya par ahli, mengapa air yang mengalir di sungai bawah laut itu rasanya tawar?

Sesungguhnya, sekitar 14 abad lalu, Alquran telah menjelaskan fenomena itu. Simak saja surah Al-Furqan [25] ayat 53: ''Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar dan segar dan yang lain sangat asin lagi pahit; dan Dia Jadikan antara keduanya dinding dan barat yang tidak tembus.''

Fenomena unik dan aneh itu juga telah disebutkan dalam surah Ar-Rahman [55] ayat 19-21: ''Dia membiarkan dua laut mengalir yang kemudian keduanya bertemu, di antara kedua ada batas yang tidak dilampaui masing-masing. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan.''


http://www.republika.co.id/

Gambar: Sungai dasar laut

| 0 komentar ]

Peristiwa tersebut terjadi di suasana berdatangannya rombongan muslimin mewakili wilayah-wilayah Islam. Suasana yang resmi. Di hadapan Amirul Mukminin baru, Umar bin Abdul Aziz. Bukan sekadar seorang Khalifah. Tetapi semua orang tahu bahwa Umar bin Abdul Aziz juga seorang ulama besar. Tentu majlis tersebut, majlis yang dihadiri oleh banyak orang besar di kekhilafahan. Saat suasana seperti itulah, sang anak maju untuk bicara. Di hadapan semua. Dalam suasana resmi negara. Umar bin Abdul Aziz mencegah: Sebentar nak, yang hendaknya bicara adalah orang yang lebih tua dari kamu.

Anak kecil itu berkata: Sebentar wahai Amirul Mukminin, seseorang itu tergantung dua hal kecil (pada fisiknya); hatinya dan lisannya. Jika Allah memberikan kepada hamba lisan yang mampu bicara dengan baik dan hati yang menjaga maka sungguh ia berhak untuk bicara. Wahai Amirul Mukminin, jika yang boleh maju adalah orang yang lebih tua, maka di umat ini ada orang yang lebih tua dari dirimu (lebih berhak menduduki posisimu).

Umar bin Abdul Aziz pun berkata: Nasehatilah kami, nak dan persingkat!

Anak kecil itu berkata: Ya, wahai Amirul Mukminin. Sebagian orang tertipu dengan kemurahan Allah, panjangnya angan-angan mereka dan sanjungan orang kepada mereka, maka kaki mereka pun terpeleset dan jatuh ke dalam Neraka. Maka janganlah Anda terlena oleh kemurahan Allah, panjangnya angan-angan dan sanjungan orang kepada Anda yang akan menyebabkan kaki Anda terpeleset dan merugikan umat.

Semoga Allah tidak menjadikanmu termasuk seperti mereka dan menyatukanmu bersama orang-orang sholeh dari umat ini.

Kemudian anak itu diam.

Umar bin Abdul Aziz bertanya: Berapa umur anak ini?

Dijawab: 11 tahun

Umar bin Abdul Aziz bertanya tentang anak ini dan ternyata dia adalah anak dari Husain bin Ali radhiallahu anhum....

Umar bin Abdul Aziz pun memujinya dan mendoakannya.

Saat Umar bin Abdul Aziz meragukan usianya yang masih sangat muda, dia mampu ‘menohok’ sang khalifah dengan kalimat yang sopan tetapi dalam. Bahwa kalau usia yang menentukan, tentu di wilayah Islam ini ada orang yang lebih tua dari khalifah yang lebih berhak duduk sebagai khalifah. Kalimat yang tepat dan seketika. Tak surut oleh kalimat orang besar dan di hadapan banyak orang. Tenang dan cerdas. Logis dan tepat.

Kita juga harus belajar dari Umar bin Abdul Aziz. Yang meminta seorang anak kecil hebat untuk memberikan nasehat di forum resmi negara. Ternyata benar kata anak kecil itu, usia bukanlah yang menentukan. Dan akhirnya, kita paham siapa anak kecil tersebut. Hadzasy syiblu min dzakal asad (anak singa kecil ini lahir dari singa besar itu). Tidak ada isitilah kata ia sok tenar, sok ngetop, asalkan untaian kalimahnya mengingatkan kepada Allah, para Shalihin terdahulu generasi terbaik Islam, senantiasa memperhatikan, dan merenungkan. Tidak ada lagi egoisme bila kebenaran yang berasal dari Allah SWT, saat ayat dan hadist disampaikan dan inilah kunci solusi keselamatan dunia dan akherat. Tidak lagi dilihat siapa yang menyampaikan karena ia takut Allah SWT. Sekarang terbalik asal seseorang berharta, menguntungkan, maka ia akan didengarkan dan diangkat-angkat berlebihan pada akhirnya saat ada masa kejatuhannya ia dicampakkan begitu saja.

| 0 komentar ]

Enteng benar Ummu Salamah menjawab pertanyaan Anas bin Malik. Pembantu Rasulullah SAW ini diam-diam mengamati sebuah kebiasaan Sang Rasul yang rada berbeda ketika beliau menemui Ummu Salamah dan ketika beliau menemui Aisyah.

Rasulullah SAW selalu secara langsung dan refleks mencium Aisyah setiap kali menemuinya, termasuk di bulan Ramadhan. Tapi, tidak begitu kebiasaan beliau saat bertemu Ummu Salamah. Nah, kebiasaan itulah yang ditanyakan Anas bin Malik kepada Ummu Salamah, yang kemudian dijawab begini: “Rasulullah SAW tidak dapat menahan diri ketika melihat Aisyah.”

Jawabannya Cuma begitu.
Penjelasannya sesederhana itu.
Datar. Yah, datar saja.

Seperti hendak menyatakan sebuah fakta tanpa pretensi. Sebuah fakta yang diterima sebagai suatu kewajaran tanpa syarat. Tanpa penjelasan.

Sudah begitu keadaannya, kenapa tidak?
Atau apa yang salah dengan fakta itu?
Apa yang harus dicomplain dari kebiasaan itu?

Itu sama sekali tidak berhubungan dengan harga diri yang harus membuat ia marah. Atau menjadi keberatan yang melahirkan cemburu. Mati rasakah ia? Hah? Tapi siapa berani bilang begitu?

Terlalu banyak masalah kecil yang menyedot energi kita. Termasuk banyak pertengkaran dalam keluarga. Sebab kita tidak punya agenda-agenda besar dalam hidup. Atau punya tapi fokus kita tidak ke situ. Jadi kaidahnya sederhana: kalau energi kita tidak digunakan untuk kerja-kerja besar, maka perhatian kita segera tercurah kepada masalah-masalah kecil.

Karena mereka punya agenda besar dalam hidup, maka mereka tidak membiarkan energi mereka terkuras oleh pertengkaran-pertengkaran kecil, kecuali untuk semacam “pelepasan emosi” yang wajar dan berguna untuk kesehatan mental.

Kehidupan mereka berpusat pada penuntasan misi kenabian di mana mereka menjadi bagian dari tim kehidupan Sang Nabi. Jadi masalah kecil begini lewat begitu saja. Tanpa punya bekas yang mengganggu mereka. Fokus mereka pada misi besar itu telah memberi mereka toleransi yang teramat luas untuk membiarkan masalah-masalah kecil berlalu dengan santai.

Fokus pada misi besar itu dimungkinkan oleh karena sejak awal akad kebersamaan mereka adalah janji amal. Sebuah komitmen kerja. Bukan sebuah romansa kosong dan rapuh. Mereka selalu mengukur keberhasilan mereka pada kinerja dan pertumbuhan kolektif mereka yang berkesinambungan sebagai sebuah tim.

Persoalan-persoalan mereka tidak terletak di dalam, tapi di luar. Mereka bergerak bersama dari dalam ke luar. Seperti sebuah sungai yang mengalir menuju muara besar: masyarakat. Mereka adalah sekumpulan riak yang menyatu membentuk gelombang, lalu misi kenabian datang bagai angin yang meniup gelombang itu: maka jadilah mereka badai kebajikan dalam sejarah kemanusiaan.

Cinta memenuhi rongga dada mereka.

Dan semua kesederhanaan, bahkan kadang kepapaan, dalam hidup mereka tidak pernah sanggup mengganggu laju aliran sungai mereka menuju muara masyarakat.

Mereka bergerak. Terus bergerak. Dan terus bergerak.

Dan romansa cinta mereka tumbuh kembang di sepanjang jalan perjuangan itu.


*Buku Serial Cinta

| 0 komentar ]

Buat sahabat yang suka dengan Flas Bendera Palestina seperti dibawah ini



Photobucket



Silahkan copas  kode di bawah ini :


<a href="http://s760.photobucket.com/albums/xx247/abila_photo/?action=view&amp;current=palestine.gif" target="_blank"><img src="http://i760.photobucket.com/albums/xx247/abila_photo/palestine.gif" border="0" alt="Photobucket" /></a>

Caranya :
  1. masuk ke dasboard blog
  2. pilih Rancangan
  3. pada elemen halaman klik ''Tambah widget''
  4. Dan pilih Widget HTML/Javascript
  5. kemudian paste scrip diatas
  6. dan Simpan

Selamat Mencoba...

| 0 komentar ]

Assalaamu`alaikum wr wb.

Semoga Ustadz Farid Nu`man beserta keluarga senantiasa sehat, dan dalam perlindungan dan pertolongan Allah. Amien.

Langsung saja,

Ana ingin bertanya tentang larangan mengajak anak-anak ke Masjid. Ana dulu sering mengajak anak ana (umur 3 th) ke Masjid, tetapi karena mendapat peringatan dari takmir untuk tidak mengajak anak-anak ke Masjid (sekitar 1 th yang lalu), maka sejak itu ana tidak pernah lagi mengajak anak ke Masjid.

Belakangan baru saya tahu ada Hadits yang kurang lebih bunyi-nya adalah:
"Jauhkanlah Masjid dari anak-anak dan orang gila"

Pertanyaan ana:
1. Apakah Hadits tersebut shahih? bagaimana penerapannya?
2. Mohon penjelasan mengenai hal ini yang dilengkapi dengan hadits-hadits dan kisah-kisah di jaman rosul tentang mengajak anak ke Masjid.
3. Bagaimana mengkomunikasikan dengan pihak takmir Masjid?
note: perlu diketahui bahwa ana adalah warga baru di kampung tersebut.

Demikian, Syukron, Jazakumullaahu khoiron Katsieroo.
Semoga Allah memudahkan kita untuk memegang teguh syari`atNya, AMien.

Wassalaamu`alaikum wr wb. (dari hamba Allah di Purwokerto, Jawa Tengah)

Jawaban:

Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi wa Man waalah, wa ba’du:

Saya ucapkan jazakallah khairan atas doa antum, semoga antum dan kelurga juga demikian.

Langsung saja ke pertanyaan antum:

1. Apakah Hadits tersebut shahih? bagaimana penerapannya?

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

جَنِّبُوا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ وَمَجَانِينَكُمْ

Jauhkan masjid-masjid kalian dari anak-anak kalian dan orang gila.

Hadits ini diriwayatkan oleh:

- Imam Ibnu Majah dalam Sunannya, Kitabul Masajid Bab Maa Yukrahu fil Masajid No. 750.

Sanadnya: berkata kepada kami Ahmad bin Yusuf As Sulami, berkata kepada kami Muslim bin Ibrahim, berkata kepada kami Al Haarits bin Nabhan, berkata kepada kami ‘Uqbah bin Yaqzhan, dari Abu Sa’id, dari Makhul, dari Waatsilah bin Al Asqa’, bahwa Rasulullah bersabda: .... (disebut hadits di atas)

Dalam sanadnya terdapat Al Haarits bin Nabhan dan Abu Sa’id (yaitu Muhammad bin Sa’id Ash Shawab). Tentang Al Haarits bin Nabhan, Imam Bukhari berkata: “Munkarul hadits – haditsnya mungkar.” (At Tarikh Al Kabir, 2/284). Sebutan Imam Bukhari untuknya, munkarul hadits, adalah sebutan yang paling buruk menurut standar Imam Bukhari.

Imam Al ‘Ijili mengatakan: “Dhaiful hadits – haditsnya lemah.” (Ats Tsiqaat, 1/278)
Imam Abdurrahman bin Abi Hatim, menyebutkan dari Imam Ahmad bin Hambal tentang Al Haarits bin Nabhan, katanya: “Laki-laki shalih tetapi tidak memahami hadits dan tidak menghapalnya, haditsnya mungkar.”

Imam Yahya bin Ma’in mengatakan: “Laisa bisyai’ – dia bukan apa-apa.”
Imam Abu Hatim mengatakan: “Dhaiful hadits, matrukul hadits, munkarul hadits, - dia haditsnya lemah, ditinggalkan, dan mungkar.”

Imam Abu Zur’ah mengatakan: “Dhaiful hadits fi haditsihi wahn – lemah haditsnya, pada haditsnya ada kelemahan.” Beliau merasa heran dengan Yahya bin Ma’in yang cuma mengatakan: “bukan apa-apa.” (Lihat semua dalam Imam Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Razi, Al Jarh wat Ta’dil, 3/92)

Imam Abu Nu’aim mengatakan: “dhaifnya orang dhaif.” (Imam Abu Nu’aim, Adh Dhu’afa, Hal. 72, No. 43)

Imam An Nasa’i mengatakan: “Matrukul hadits – haditsnya ditinggalkan.”

Imam Ad Daruquthni mengatakan: “Laisa bil qawwi – bukan orang kuat.”

Imam Ibnu Hibban mengatakan: “Telah keluar dari batas-batas kelayakan untuk dijadikan hujjah.” (Lihat Imam Ibnul Jauzi, Adh Dhu’afa wal Matrukin, 1/183, No. 726), dan masih banyak lagi yang mendhaifkannya.

Lalu, tentang Abu Sa’id, berkata Imam Ahmad Al Kinani: “Dia adalah Muhammad bin Sa’id Ash Shawab, Imam Ahmad mengatakan bahwa dia secara sengaja memalsukan hadits. Imam Bukhari mengatakan: mereka (para ulama) meninggalkannya. Imam An Nasa’i mengatakan: kadzdzaab – pendusta. (Imam Ahmad bin Abu Bakar bin Ismail Al Kinani, Mishbah Az Zujaajah, 1/95)

Oleh karenanya, segenap para imam muhadditsin melemahkan hadits ini.

- Imam Ibnu Mulqin mengatakan: “Hadits ini dhaif, dalam isnadnya terdapat Al Haarits bin Nabhan Al Bashriy Al Jurmiy.” (Al Badru Al Munir, 9/595)
- Imam Ibnu Rajab mengatakan: “Dhaif jiddan – sangat lemah”. (Fathul Bari, 2/567)
- Imam Ibnu Hajar mengatakan: “Dhaif. “ (Fathul Bari, 1/549)
- Imam As Sakhawi mengatakan: “Sanadnya dhaif.” (Al Maqashid Al Hasanah, Hal. 286)
- Imam Ibnul Jauzi mengatakan: “Tidak shahih.” (Khulashah Al Badr Al Munir, 2/429)
- Imam Ash Shan’ani mengatakan: “hadits ini dhaif.” (Subulus Salam, 1/156)
- Imam Badruddin Al ‘Aini mengatakan: “dhaif.” (‘Umdatul Qari, 7/77)
- Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr mengatakan: “hadits ini dhaif.” (Syarh Sunan Abi Daud, 29/215)
- Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin mengatakan: “Fahuwa dhaif.” (Syarh Riyadh Ash Shalihin, 1/266)
- Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mengatakan: “Dhaiful isnad Jiddan –isnadnya sangat lemah.” (Ishlahul Masajid, Hal. 110. Lihat juga Al Irwa’, 7/361, At Ta’liq Ar Raghib, 1/120-121, Al Ajwibah An Nafi’ah, Hal. 55)

Hadits ini juga diriwayatkan oleh:

- Imam Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 7601, juga oleh Imam Al Baihaqi dalam As Sunan As Shaghir No. 3256

Sanadnya: berkata kepada kami Abdan bin Ahmad bin Makhlad bin Rahawaih, berkata kepada kami Abu Nu’aim An Nakha’i, berkata kepada kami Al ‘Ala bin Katsir, dari Makhul, dari Abu Ad Darda, dan Abu Umamah, dan Al Waatsilah, mereka mengatakan: Kami mendengar Rasulullah bersabda: .... (disebut hadits di atas)

Dalam sanadnya terdapat Al ‘Ala bin Katsir, Imam Al Haitsami mengatakan: “dhaif.” (Majma’ Az Zawaid, 2/140)

Imam Ibnul Madini mengatakan: “Dhaif.” Imam Bukhari mengatakan: “Munkarul hadits.” Imam Ahmad mengatakan: “Bukan apa-apa.” Imam Ibnu ‘Adi mengatakan: “Dia meriwayatkan dari Makhul, dari sahabat, dan semuanya tidak ada yang terjaga.” (Lihat semua dalam Mizanul I’tidal, 3/492)

Imam Ibnu Hibban mengatakan: “Dia meriwayatkan hadits-hadits palsu.” (Al ‘Ilal Al Mutanahiyat, 1/403, No.677)

Imam Adz Dzahabi mengatakan: “Telah disepakati kedhaifannya.” (Al Mughni Fidh Dhu’afa, 2/440)

Oleh karena itu hadits ini didhaifkan oleh Imam Az Zaila’i, Beliau mengatakan: “Sanad hadits ini dhaif.” (Nashbur Rayyah, 2/492), juga oleh Imam Ibnul Jauzi. (Al ‘Ilal Al Mutanahiyat, 1/403)

Lalu, hadits ini juga diriwayatkan oleh:

- Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 20055

Sanadnya: mengabarkan kami Abu Sa’id bin Abi Amru, berkata kepada kami Abu Abdillah Ash Shafar, berkata kepada kami Ahmad bin Mihran Al Ashbahani, berkata kepada kami Abu Nu’aim (yakni An Nakha’i), bercerita kepada kami Al ‘Ala bin Katsir, dari Makhul, dari Abu Ad Darda, dan dari Waatsilah, dan dari Abu Umamah, semua meriwayatkan dan mengatakan: kami mendengar bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ........... (lalu disebut hadits di atas)

Hadits ini juga terdapat Al ‘Ala bin Katsir, yang sudah dijelaskan kedhaifannya di atas. Oleh karena itu Imam Al Baihaqi: “Al ‘Ala bin Katsir adalah orang Syam, dia munkarul hadits. Disebutkan pula dari Makhul dari Yahya bin Al ‘Ala dari Mu’adz secara marfu’, dan juga tidak shahih.” (Lihat keterangan Imam Al Baihaqi sendiri dalam As Sunan Al Kubra No. 20055)

Hadits ini juga diriwayatkan jalan lain, sebagaimana disebutkan Imam Abdul Haq, dari jalan Al Bazzar yang merupakan hadits dari Abdullah bin Mas’ud secara marfu’: “Jauhilah oleh kalian masjid dari anak-anak dan orang gila.” Imam Al Bazzar mengatakan: “Tidak ada dasarnya ucapan ini berasal dari Abdullah bin Mas’ud.” Berkata Ibnul Qaththan: “Hadits ini dan ucapan setelahnya, bukanlah termasuk sanadnya Abdullah bin Mas’ud dalam kitabnya Al Bazzar.” (Lihat Al Badru Al Munir, 9/567)

Lalu, hadits ini juga berasari dari Hatim bin Ismail, dari Abdullah bin Al Muharar, dari Yazid bin Al Asham, dari Abu Hurairah secara marfu’: ... (lalu disebut hadits di atas).

Hadits ini juga dhaif. Imam Ibnul Mulqin mengatakan tentang riwayat ini: “Abdullah (bin Al Muharar) adalah orang yang binasa, dan manusia meninggalkan haditsnya.” (Ibid)

Oleh karenanya, Imam Az Zaila’i mengatakan:

وَأَسَانِيده كلهَا ضَعِيفَة

Semua sanad-sanadnya adalah dhaif. (Ad Dirayah fi Takhrij Ahadits Al Hidayah, 1/288)

Maka, semua jalur hadits ini adalah dhaif, tidak bisa dijadikan hujjah, dan tidak pula bisa diterapkan, serta bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang menunjukkan kebolehan membawa anak-anak ke masjid.

2. Mohon penjelasan mengenai hal ini yang dilengkapi dengan hadits-hadits dan kisah-kisah di jaman Rasul tentang mengajak anak ke Masjid.

Riwayat yang menyebutkan membawa anak-anak ke masjid begitu banyak dan beragam. Di sini kami sebutkan beberapa saja tentang kisah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang membawa cucu-cucunya ketika shalat berjamaah bersama para sahabat, di antaranya:

Dari Abu Qatadah Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا

Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu shalat sambil menggendong Umamah -puteri dari Zainab binti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Abul ‘Ash bin Rabi’ah bin Abdisysyams- jika Beliau sujud, beliau meletakkan Umamah, dan jika dia bangun dia menggendongnya. (HR. Bukhari No. 516, Muslim No. 543)

Riwayat lainnya:

عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ أَنَّهُ: سَمِعَ أَبَا قَتَادَةَ يَقُولُ: " إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى وأُمَامَةُ ابْنَةُ زَيْنَبَ ابْنَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهِيَ ابْنَةُ أَبِي الْعَاصِ بْنِ الرَّبِيعِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى عَلَى رَقَبَتِهِ، فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا، وَإِذَا قَامَ مِنْ سُجُودِهِ أَخَذَهَا فَأَعَادَهَا عَلَى رَقَبَتِهِ "

Dari Amru bin Sulaim Az Zuraqiy, bahwa dia mendengar Abu Qatadah berkata: bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang shalat sedangkan Umamah –anak puteri dari Zainab puteri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan juga puteri dari Abu Al ‘Ash bin Ar Rabi’ bin Abdul ‘Uzza - berada di pundaknya, jika Beliau ruku anak itu diletakkan, dan jika bangun dari sujud diambil lagi dan diletakkan di atas pundaknya. (HR. Ahmad No. 22589, An Nasa’i No. 827, Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 7827, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 827. Syaikh Syu’aib Al Arnauth juga menshahihkannya dalamTahqiq Musnad Ahmad No. 22589, dan Amru bin Sulaim mengatakan bahwa ini terjadi ketika shalat subuh)

Apa Hikmahnya?

قال الفاكهاني: وكأن السر في حمله صلى الله عليه وسلم أمامة في الصلاة دفعا لما كانت العرب تالفه من كراهة البنات بالفعل قد يكون أقوى من القول.

“Berkata Al Fakihani: “Rahasia dari hal ini adalah sebagai peringatan (sanggahan) bagi bangsa Arab yang biasanya kurang menyukai anak perempuan. Maka nabi memberikan pelajaran halus kepada mereka supaya kebiasaan itu ditinggalkan, sampai-sampai beliau mencontohkan bagaimana mencintai anak perempuan, sampai-sampai dilakukan di shalatnya. Dan ini lebih kuat pengaruhnya dibanding ucapan.” (Fiqhus Sunah, 1/262)

Riwayat lainnya, Dari Abdullah bin Syadad, dari ayahnya, katanya:

خرج علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم في إحدى صلاة العشي (الظهر أو العصر) وهو حامل (حسن أو حسين) فتقدم النبي صلى الله عليه وسلم فوضعه ثم كبر للصلاة فصلى فسجد بين ظهري صلاته سجدة أطالها، قال: إني رفعت رأسي فإذا الصبي على ظهر رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو ساجد فرجعت في سجودي.
فلما قضى رسول الله صلى الله عليه وسلم الصلاة قال الناس: يا رسول الله إنك سجدت بين ظهري الصلاة سجدة أطلتها حتى ظننا أنه قد حدث أمر، أو أنه يوحى إليك؟ قال: (كل ذلك لم يكن، ولكن ابني ارتحلني فكرهت أن أعجله حتى يقضي حاجته)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar untuk shalat bersama kami untuk shalat siang (zhuhur atau ashar), dan dia sambil menggendong (hasan atau Husein), lalu Beliau maju ke depan dan anak itu di letakkannya kemudian bertakbir untuk shalat, maka dia shalat, lalu dia sujud dan sujudnya itu lama sekali. Aku angkat kepalaku, kulihat anak itu berada di atas punggung Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan beliau sedang sujud, maka saya pun kembali sujud. Setelah shalat selesai, manusia berkata: “Wahai Rasulullah, tadi lama sekali Anda sujud, kami menyangka telah terjadi apa-apa, atau barangkali wahyu turun kepadamu?” Beliau bersabda: “Semua itu tidak terjadi, hanya saja cucuku ini mengendarai punggungku, dan saya tidak mau memutuskannya dengan segera sampai dia puas.” (HR. An Nasa’i No. 1141, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 1141)

Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:

هَذَا يَدُلّ لِمَذْهَبِ الشَّافِعِيّ - رَحِمَهُ اللَّه تَعَالَى - وَمَنْ وَافَقَهُ أَنَّهُ يَجُوز حَمْل الصَّبِيّ وَالصَّبِيَّة وَغَيْرهمَا مِنْ الْحَيَوَان الطَّاهِر فِي صَلَاة الْفَرْض وَصَلَاة النَّفْل ، وَيَجُوز ذَلِكَ لِلْإِمَامِ وَالْمَأْمُوم ، وَالْمُنْفَرِد ، وَحَمَلَهُ أَصْحَاب مَالِك - رَضِيَ اللَّه عَنْهُ - عَلَى النَّافِلَة ، وَمَنَعُوا جَوَاز ذَلِكَ فِي الْفَرِيضَة ، وَهَذَا التَّأْوِيل فَاسِد ، لِأَنَّ قَوْله : يَؤُمّ النَّاس صَرِيح أَوْ كَالصَّرِيحِ فِي أَنَّهُ كَانَ فِي الْفَرِيضَة ، وَادَّعَى بَعْض الْمَالِكِيَّة أَنَّهُ مَنْسُوخ ، وَبَعْضهمْ أَنَّهُ خَاصّ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَبَعْضهمْ أَنَّهُ كَانَ لِضَرُورَةٍ ، وَكُلّ هَذِهِ الدَّعَاوِي بَاطِلَة وَمَرْدُودَة ، فَإِنَّهُ لَا دَلِيل عَلَيْهَا وَلَا ضَرُورَة إِلَيْهَا ، بَلْ الْحَدِيث صَحِيح صَرِيح فِي جَوَاز ذَلِكَ ، وَلَيْسَ فِيهِ مَا يُخَالِف قَوَاعِد الشَّرْع ؛ لِأَنَّ الْآدَمِيَّ طَاهِر ، وَمَا فِي جَوْفه مِنْ النَّجَاسَة مَعْفُوّ عَنْهُ لِكَوْنِهِ فِي مَعِدَته ، وَثِيَاب الْأَطْفَال وَأَجْسَادهمْ عَلَى الطَّهَارَة ، وَدَلَائِل الشَّرْع مُتَظَاهِرَة عَلَى هَذَا . وَالْأَفْعَال فِي الصَّلَاة لَا تُبْطِلهَا إِذَا قَلَّتْ أَوْ تَفَرَّقَتْ ، وَفَعَلَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - هَذَا - بَيَانًا لِلْجَوَازِ ، وَتَنْبِيهًا بِهِ عَلَى هَذِهِ الْقَوَاعِد الَّتِي ذَكَرْتهَا ، وَهَذَا يَرُدُّ مَا اِدَّعَاهُ الْإِمَام أَبُو سُلَيْمَان الْخَطَّابِيُّ أَنَّ هَذَا الْفِعْل يُشْبِه أَنْ يَكُون مِنْ غَيْر تَعَمُّد ، فَحَمَلَهَا فِي الصَّلَاة لِكَوْنِهَا كَانَتْ تَتَعَلَّق بِهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمْ يَدْفَعهَا فَإِذَا قَامَ بَقِيَتْ مَعَهُ ، قَالَ : وَلَا يُتَوَهَّم أَنَّهُ حَمَلَهَا وَوَضَعَهَا مَرَّة بَعْد أُخْرَى عَمْدًا ؛ لِأَنَّهُ عَمَل كَثِير وَيَشْغَل الْقَلْب ، وَإِذَا كَانَتْ الْخَمِيصَة شَغَلَتْهُ فَكَيْف لَا يَشْغَلهُ هَذَا ؟ هَذَا كَلَام الْخَطَّابِيّ - رَحِمَهُ اللَّه تَعَالَى - وَهُوَ بَاطِل ، وَدَعْوَى مُجَرَّدَة ، وَمِمَّا يَرُدّهَا قَوْله فِي صَحِيح مُسْلِم فَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا .
وَقَوْله : ( فَإِذَا رَفَعَ مِنْ السُّجُود أَعَادَهَا ) ، وَقَوْله فِي رِوَايَة مُسْلِم : ( خَرَجَ عَلَيْنَا حَامِلًا أُمَامَةَ فَصَلَّى ) فَذَكَرَ الْحَدِيث . وَأَمَّا قَضِيَّة الْخَمِيصَة فَلِأَنَّهَا تَشْغَل الْقَلْب بِلَا فَائِدَة ، وَحَمْل أُمَامَةَ لَا نُسَلِّم أَنَّهُ يَشْغَل الْقَلْب ، وَإِنْ شَغَلَهُ فَيَتَرَتَّب عَلَيْهِ فَوَائِد ، وَبَيَان قَوَاعِد مِمَّا ذَكَرْنَاهُ وَغَيْره ، فَأُحِلّ ذَلِكَ الشَّغْل لِهَذِهِ الْفَوَائِد ، بِخِلَافِ الْخَمِيصَة . فَالصَّوَاب الَّذِي لَا مَعْدِل عَنْهُ : أَنَّ الْحَدِيث كَانَ لِبَيَانِ الْجَوَاز وَالتَّنْبِيه عَلَى هَذِهِ الْفَوَائِد ، فَهُوَ جَائِز لَنَا ، وَشَرْع مُسْتَمِرّ لِلْمُسْلِمِينَ إِلَى يَوْم الدِّين . وَاللَّهُ أَعْلَم .

“Hadits ini menjadi dalil bagi madzhab Syafi’i dan yang sepakat dengannya, bahwa bolehnya shalat sambil menggendong anak kecil, laki atau perempuan, begitu pula yang lainnya seperti hewan yang suci, baik shalat fardhu atau sunah, baik jadi imam atau makmum.

Kalangan Maliki mengatakan bahwa hal itu hanya untuk shalat sunah, tidak dalam shalat fardhu. Pendapat ini tidak bisa diterima, sebab sangat jelas disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memimpin orang banyak untuk menjadi imam, peristiwa ini adalah pada shalat fardhu, apalagi jelas disebutkan itu terjadi pada shalat shubuh.

Sebagian kalangan Maliki menganggap hadits ini mansukh (dihapus hukumnya) dan sebagian lagi mengatakan ini adalah kekhususan bagi Nabi saja, dan sebagian lain mengatakan bahwa Beliau melakukannya karena darurat. Semua pendapat ini tidak dapat diterima dan mesti ditolak, sebab tidak keterangan adanya nasakh (penghapusan), khusus bagi Nabi atau karena darurat, tetapi justru tegas membolehkannya dan sama sekali tidak menyalahi aturan syara’. Bukankah Anak Adam atau manusia itu suci, dan apa yang dalam rongga perutnya dimaafkan karena berada dalam perut besar, begiru pula mengenai pakaiannya. Dalil-dalil syara’ menguatkan hal ini, karena perbuatan-perbuatan yang dilakukan ketika itu hanya sedikit atau terputus-putus. Maka, perbuatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu menjadi keterangan tentang bolehnya berdasarkan norma-norma tersebut. Dalil ini juga merupakan koreksi atas apa yang dikatakan oleh Imam Al Khathabi bahwa seakan-akan itu terjadi tanpa sengaja, karena anak itu bergelantungan padanya, jadi bukan diangkat oleh Nabi. Namun, bagaimana dengan keterangan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika hendak berdiri yang kedua kalinya, anak itu diambilnya pula. Bukankah ini perbuatan sengaja dari Beliau? Apalagi terdapat keterangan dalam Shahih Muslim: “Jika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bangkit dari sujud, maka dinaikkannya anak itu di atas pundaknya.” Kemudian keterangan Al Khathabi bahwa memikul anak itu mengganggu kekhusyu’an sebagaimana menggunakan sajadah yang bergambar, dikemukakan jawaban bahwa memang hal itu mengganggu dan tidak ada manfaat sama sekali. Beda halnya dengan menggendong anak yang selain mengandung manfaat, juga sengaja dilakukan oleh Nabi untuk menyatakan kebolehannya. Dengan demikian, jelaslah bahwa yang benar dan tidak dapat disangkal lagi, hadits itu menyatakan hukum boleh, yang tetap berlaku bagi kaum muslimin sampai hari kemudian.” Wallahu A’lam (Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/307. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Riwayat lain, dari Abu Qatadah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنِّي لَأَقُومُ فِي الصَّلَاةِ أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلَاتِي كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّهِ

Saya mengimami dalam shalat dan hendak memanjangkan bacaannya, lalu saya mendengar tangisan anak-anak, maka saya ringankan shalat, aku tidak suka halmembuat sulit ibunya. (HR. Bukhari No. 707)

Demikianlah berbagai riwayat tentang kebolehan membawa anak-anak ke masjid, dan betapa berkasih sayangnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan anak-anak, dan keterangan para ulama tentang hal ini.

Mengajak anak-anak ke masjid merupakan pendidikan buat mereka sebagai upaya penanaman sejak dini kepada mereka untuk mencintai masjid. Ada pun kegaduhan yang mungkin akan terjadi, sebaiknya diantisipasi oleh orang tuanya. Hendaknya orang tua melakukan penjagaan dan himbauan kepada anak-anaknya untuk berlaku tertib. Jika tidak bisa, maka sebaiknya tidak membawanya sampai anak tersebut siap di bawa ke masjid.

Berkat Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah:

إذا حصل منهم إفساد أو ضرر فهذا مطلوب، وأما إذا لم يحصل فإن السنة جاءت بالإتيان بالصبيان إلى المسجد

Jika membawa mereka menghasilkan kerusakan atau mudharat, maka hal itu -yakni menjauhkan mereka dari masjid, pen- adalah diperintahkan, ada pun jika tidak ada dampak apa-apa, maka sunah telah menunjukkan tentang kesertaan anak-anak menuju masjid. (Syarh Sunan Abi Daud, 29/216)

3. Bagaimana mengkomunikasikan dengan pihak takmir Masjid?

Sebaiknya, jika memang kultur di sana tidak memungkinkan untuk membawa anak-anak ke masjid, ditambahlagi antum adalah penduduk baru, maka jangan paksakan membawa mereka. Agar tidak membawa mudharat yang lebih besar, yaitu lahirnya kebencian mereka terhadap antum dan lahirnya tuduhan yang tidak-tidak. Bersamaan dengan itu, mungkin bisa diberikan pelurusan pemahaman, atau minimal adanya pemikiran pembanding agar ta’mir masjid bisa lebih moderat. Antum bisa membawa tulisan yang bisa menambahkan wawasan bagi pihak ta’mir masjid.

Demikian. Aquulu qauliy hadza wa astaghfirullah liy wa lakum .....
Wallahu A’lam
Farid Nu'man Hasan

Sumber :mimbarpenyuluh.com

| 0 komentar ]

Mohammad Al-Khady dalam buku Renew Your Marriage mengisahkan seorang temannya yang merasakan “mukjizat” kamar tidur. Lelaki itu bersepakat dengan istrinya untuk tidak pernah membawa masalah ke tempat tidur mereka.

“Hendaknya kita menjaga kamar tidur dari berbagai pertentangan ataupun masalah,” kata sang suami, disetujui istrinya.

Seperti halnya rumah tangga lain, rumah tangga mereka juga tidak selamanya bebas masalah. Mereka pernah bertengkar, suami pernah marah pada istri, istrinya juga pernah marah pada suami.

“Namun di kala kami memasuki kamar tidur,” lanjut sang suami, “semua pertengkaran dan marah itu sirna, seolah tak terjadi apa-apa diantara kami.”

“Pagi harinya di saat kami terbangun, kami pun sudah lupa dengan pertengkaran kami,” pungkasnya.

Anda para suami dan istri juga bisa membangun kesepakan serupa, lalu merasakan “mukjizat” yang sama.

Satu hal yang perlu dipahami oleh suami maupun istri adalah, bahwa keluarga bahagia bukanlah keluarga tanpa masalah. Maka di dalam hati istri dan suami, keduanya menyisakan ruang untuk masalah yang mungkin timbul. Dengan adanya ruang itu, suami dan istri mampu menampung masalah yang terjadi, tidak depresi apalagi menyikapi sedikit masalah dengan bercerai. Na’udzubillah.

Bahkan keluarga Rasulullah pun pernah didera masalah. Aisyah pernah cemburu hingga membuat jatuh nampan berisi makanan dari istri lainnya yang diantar oleh pembantunya. Rasulullah juga pernah dibuat “susah” oleh istri-istrinya yang cemburu kepada Zainab binti Jahsy karena di sana Rasulullah dijamu madu. Demi “berdamai” dengan istri-istrinya itu, Rasulullah sempat mengharamkan madu untuk dirinya sendiri. Namun kemudian Allah mengingatkannya dengan menurunkan surat At-Tahrim.

Rasulullah bahkan pernah dituntut oleh istri-istrinya untuk menaikkan nafkah kepada mereka, lalu Allah member petunjuk apakah tetap dengan kezuhudan dalam keluarga Rasulullah atau diberi harta yang banyak tapi dicerai. Mereka pun memilih tetap bersama Rasulullah.

Menyadari masalah bisa timbul, suami istri kemudian perlu mekanisme untuk menyelesaikannya. Salah satunya, dengan tidak memperlama masalah dan membuat masalah kecil segera diselesaikan. Mensterilkan kamar tidur dari masalah bisa menjadi alternatifnya. Biarkan kehangatan dan kemesraan di sana menggilas masalah-masalah itu hingga tak tersisa. Dan ternyata, cara itu bukan hanya diterapkan teman Mohammad Al-Khady.

“Apapun masalah yang kami alami,” seorang suami menuturkan, “atau berselisih dalam berbagai hal, setelah aktifitas di kamar tidur segalanya menjadi lebih baik, yang hadir kemudian adalah senyuman.”

Mengapa? Sebab di kamar tidur, kadar mawaddah bisa bertambah. Di kamar tidur, kepuasan biologis dan ketenangan psikis bisa didapatkan. Di saat seperti itu, dada semakin lapang. Jiwa makin luas menerima pasangan. Dan suami istri lebih mudah saling memaafkan.

Mungkin karena pentingnya urusan kamar tidur inilah, ia menjadi salah satu “terapi” dalam Islam jika istri melakukan pelanggaran atau durhaka. Namun, ia bukan langkah pertama, melainkan langkah berikutnya. Yakni langkah mengingatkan atau nasehat tak lagi berguna, barulah istri dibiarkan sendiri di tempat tidurnya.

Maka jika malam tiba
Berhiaslah untuknya
Bilik cinta adalah istana dua jiwa
Peraduan selaksa pesona
Hanya ada cumbu canda dan kasih mesra
Lalu biarlah ia menyapu sgala problema

| 0 komentar ]

Hidayatullah.com--Hasil survei Pew Research Center terbaru yang diterbitkan Selasa (24/8/2010) menunjukkan warga Amerika Serikat masih saja memiliki pandangan yang saling bertentangan atas Islam. Sementara orang muda dan terpelajar lebih akrab dengan Islam dibanding kaum tua dan orang berpendidikan rendah.

Pendapat baik tentang Islam terus menurun sejak tahun 2005, namun terlihat tidak ada perubahan dalam tahun-tahun terakhir dari warga AS yang menyatakan bahwa Islam mendukung kekerasan lebih daripada agama lain. Contohnya tahun lalu, di mana yang menyatakan Islam lebih mendukung kekerasan dibanding agama lain hanya berbeda tipis dengan mereka yang menyatakan kebalikannya, dengan perbandingan masing-masing  42% dan 35%.

Hasil survei menunjukkan, 51% menentang pembangunan masjid di sekitar Ground Zero, sementara yang mendukung 34%. Tapi pada saat yang sama, 62% menyatakan umat Islam memiliki hak yang sama dengan agama lain untuk mendirikan tempat peribadatannya. Hanya 25% yang mengatakan bahwa mereka akan menentang jika di daerahnya ada masjid yang akan dibangun. Aneh bukan?

Survei ini dilakukan oleh Pew Research Center for the People & the Press dan Pew Forum on Religion & Public Life, pada tanggal 19-22 Agustus 2010 dengan responden 1.003 orang dewasa.

Tahun ini mereka yang memiliki pandangan positif tentang Islam menurun hingga hanya 30%. Berbeda tipis dengan yang menyatakan sebaliknya (38%). Sementara yang tidak memberikan pendapat hampir sepertiga (32%).

Tahun 2005 yang punya pandangan positif lebih banyak dibanding yang negatif, yaitu 41% lawan 36%.

Dulu, latar belakang pendidikan, usia dan partisan memiliki pengaruh yang cukup besar atas penilaian mereka.

Di kalangan Republikan antara yang tidak suka dan suka terhadap Islam berbanding 54%-21%, kalangan independen 40%-28% dan Demokrat 41%-27%.

Di kalangan usia kurang dari 50 tahun memiliki pandangan yang beragam, sementara yang lebih tua dari 50 tahun perbandingannya 44% tidak suka, 24% suka. Di kalangan lulusan perguruan tinggi 47% memberikan penilaian positif dan 28% negatif. Sementara di kalangan yang kurang berpendidikan cederung memberikan pandangan negatif.

Islam dan Kekerasan

Penilaian apakah Islam lebih mendukung kekerasan dibanding agama lain dari tahun ke tahun angkanya fluktuatif sejak 2002.

Pada tahun 2002, yang mengatakan Islam tidak lebih  mendukung kekerasan dibanding agama lain angkanya menjapai 51%. Sementara yang menilai kebalikannya 25%.

Sejak itu pendapat masyarakat AS terpecah. Sekarang Republikan yang menyatakan Islam lebih mendukung kekerasan semakin banyak, yaitu 47% lawan 38%. Kalangan independen 38%-38%. Sementara di kalangan Demokrat yang menyatakan Islam tidak lebih mendukung kekerasan dibanding agama lain yaitu 50% lawan 24%.

Menentang Masjid

Kaum Republikan yang menentang masjid di sekitar Ground Zero mencapai 74% dan yang memperbolehkannya 17%. Independen yang menentang 50% dan memperbolehkan masjid 37%. Berbeda dengan Demokrat yang setuju masjid 47% dan yang menentang 39%.

Kelompok umur 50-64 dan 65 tahun ke atas lebih banyak yang menentang masjid. Sementara kaum muda usia kurang dari 30 tahun lebih banyak yang mendukung pendirian masjid, yaitu 50% setuju lawan 36% tidak setuju.

Anehnya, meskipun banyak yang menentang pendirian masjid di Ground Zero, kebanyakan orang Amerika (62%) menyatakan umat Islam memiliki hak yang sama seperti penganut agama lainnya dalam urusan pembangunan rumah ibadah di lingkungan setempat. Hanya 25% yang menyatakan bahwa masyarakat boleh menentang pendirian masjid di lingkungannya jika mereka tidak menghendaki keberadaannya.

Untuk urusan di atas, kaum Demokrat dan independen banyak yang menyatakan Muslim berhak mendirikan tempat ibadahnya, yaitu 74% dan 65%. Sementara Republikan yang menentang 47% dan yang setuju 42%.

Mayoritas dari semua kelompok umur mendukung pendirian masjid di komunitas setempat, kecuali kelompok umur 65 tahun. Golongan lansia yang setuju masjid kurang dari separuh atau 48% saja. Sementara yang menyatakan boleh melarang masjid di lingkungan setempat 33%.

Minim Tentang Islam


Sebagaimana hasil penelitian Pew sebelumnya, kebanyakan orang Amerika menyatakan mereka hanya tahu sedikit mengenai agama Islam.

Hasil survei kali ini menunjukkan, 55% mengaku tidak tahu tentang Islam, yang terdiri dari 30% tidak tahu banyak dan 25% tidak tahu sama sekali.

35% menyatakan tahu sedikit tentang Islam. Dan hanya 9% yang tahu banyak tentang Islam.

Angka-angka di atas tidak banyak berubah dari tahun 2007.

Demikian pula halnya ketika mereka ditanyai apakah kenal dengan orang Islam. Dalam survei ini didapati, 41% menyatakan punya kenalan orang Islam.

Hasil penelitain juga membuktikan bahwa mereka yang berpendidikan tinggi lebih mengetahui tentang Islam dibanding yang berpendidikan rendah.

63% lulusan perguruan tinggi menyatakan tahu atau sangat tahu tentang Islam. Bandingkan dengan 48% di kalangan kelompok yang pernah kuliah dan 31% lulusan SMA atau di bawahnya.

Kebanyakan lulusan perguruan tinggi (62%) menyatakan kenal dengan orang yang beragama Islam, bandingkan dengan 44% di kalangan kelompok yang pernah kuliah dan hanya 26% di kalangan lulusan SMA atau yang lebih rendah pendidikannya.

Dalam survei terdahulu, orang muda usia kurang dari 50 tahun lebih banyak yang kenal dengan orang Islam (49%). Sementara kelompok tua usia 50 tahun ke atas yang kenal orang Islam hanya 31%.[di/pew/hidayatullah.com]

| 0 komentar ]

Hubungan baik antara manusia yang satu dengan yang lain, dan khususnya antara muslim yang satu dengan muslim lainnya, merupakan sesuatu yang harus diupayakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini karena Allah swt. telah menggariskan bahwa setiap mukmin itu bersaudara [QS. Al-Hujurat (49):10]. Oleh sebab itu, segala bentuk sikap dan sifat yang akan memperkokoh dan memantapkan persaudaraan harus ditumbuhkan dan dipelihara, sedangkan segala bentuk sikap dan sifat yang dapat merusak ukhuwah harus dihilangkan. Dan agar hubungan ukhuwah islamiyah itu tetap terjalin dengan baik, salah satu sifat positif yang harus dipenuhi adalah husnuzh zhan (berbaik sangka).

Oleh karena itu, apabila kita mendapatkan informasi negatif tentang sesuatu yang terkait dengan pribadi seseorang apalagi seorang muslim, maka kita harus melakukan tabayyun (pengecekan) terlebih dahulu sebelum mempercayai apalagi meresponnya secara negatif. Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. [QS. Al-Hujurat (49): 6]

Fadhilah dan Manfaat

Ada banyak nilai dan manfaat yang diperoleh seorang muslim bila dia memiliki sifat husnuzh zhan kepada orang lain. Pertama, hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih baik. Hal ini karena berbaik sangka dalam hubungan sesama muslim akan menghindari terjadinya keretakan hubungan. Bahkan keharmonisan hubungan akan semakin terasa karena tidak ada kendala-kendala psikologis yang menghambat hubungan itu.

Kedua, terhindar dari penyesalan dalam hubungan dengan sesama. Karena buruk sangka akan membuat seseorang menimpakan keburukan kepada orang lain tanpa bukti yang benar, sebagaimana difirman Allah dalam QS. Al-Hujurat (49): 6 di atas.

Ketiga, selalu berbahagia atas segala kemajuan yang dicapai orang lain, meskipun kita sendiri belum bisa mencapainya. Hal tersebut memiliki arti yang sangat penting, karena dengan demikian jiwa kita menjadi tenang dan terhindar dari iri hati yang bisa berkembang pada dosa-dosa baru sebagai kelanjutannya. Ini berarti kebaikan dan kejujuran akan mengantarkan kita pada kebaikan yang banyak dan dosa serta keburukan akan mengantarkan kita pada dosa-dosa berikutnya yang lebih besar lagi dengan dampak negatif yang semakin banyak.

Kerugian Berburuk Sangka (Su’uzh Zhan)

Manakala kita melakukan atau memiliki sifat berburuk sangka, ada sejumlah kerugian yang akan kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.

1. Mendapat Nilai Dosa

Berburuk sangka jelas-jelas merupakan dosa, karena disamping kita tanpa dasar yang jelas sudah menganggap orang lain tidak baik, berusaha menyelidiki atau mencari-cari kejelekan orang lain. Juga akan membuat kita melakukan dan mengungkapkan segala sesuatu yang buruk tentang orang lain yang kita berburuk sangka kepadanya. Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa.” [QS. Al-Hujurat (49): 12]

2. Dusta Yang Besar

Berburuk sangka akan membuat kita menjadi rugi, karena apa yang kita kemukakan merupakan suatu dusta yang sebesar-besarnya. Hal ini disabdakan oleh Rasulullah saw., “Jauhilah prasangka itu, sebab prasangka itu pembicaraan yang paling dusta.” (HR. Muttafaqun alaihi)

3. Menimbulkan Sifat Buruk

Berburuk sangka kepada orang lain tidak hanya berakibat pada penilaian dosa dan dusta yang besar, tapi juga akan mengakibatkan munculnya sifat-sifat buruk lainnya yang sangat berbahaya, baik dalam perkembangan pribadi maupun hubungannya dengan orang lain. Sifat-sifat itu antara lain ghibah, kebencian, hasad, menjauhi hubungan dengan orang lain, dan lain-lain.

Dalam satu hadits, Rasulullah saw. bersabda, “Hendaklah kamu selalu benar. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke surga. Selama seseorang benar dan selalu memilih kebenaran, dia tercatat di sisi Allah seorang yang benar (jujur). Hati-hatilah terhadap dusta, sesungguhnya dusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Selama seseorang dusta dan selalu memilih dusta, dia tercatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Bukhari)

Larangan Berburuk Sangka

Karena berburuk sangka merupakan sesuatu yang sangat tercela dan mengakibatkan kerugian, maka perbuatan ini sangat dilarang di dalam Islam sebagaimana yang sudah disebutkan pada surat Al Hujurat ayat 12. Untuk menjauhi perasaan berburuk sangka, maka masing-masing kita harus menyadari betapa hal ini sangat tidak baik dan tidak benar dalam hubungan persaudaraan, apalagi dengan sesama muslim. Disamping itu, bila ada benih-benih perasaan berburuk sangka di dalam hati, maka hal itu harus segera diberantas dan dijauhi karena itu berasal dari godaan setan yang bermaksud buruk kepada kita. Dan yang penting lagi adalah memperkokoh terus jalinan persaudaraan antar sesama muslim agar yang selalu kita kembangkan adalah berbaik sangka, bukan malah berburuk sangka.

Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab r.a. menyatakan, “Janganlah kamu menyangka dengan satu kata pun yang keluar dari seorang saudaramu yang mukmin kecuali dengan kebaikan yang engkau dapatkan bahwa kata-kata itu mengandung kebaikan.”

Demikian hal-hal pokok yang harus mendapat perhatian kita dalam kaitan dengan sikap husnuzhzhan (berbaik sangka).
Sumber : dakwatuna.com

| 0 komentar ]

Seorang teman pernah mengirimkan tulisan ini beberapa waktu yg lalu...dan ga ada salahnya klo aku bagikan buat kita semua


DO I MARRY THE RIGHT PERSON ?




Buat mereka yang masih single atau bahkan yg sudah married tapi bawaannya
bete kalo dah sampe rumah bisa mengambil pelajaran
dari cerita ini, dan buat yang udah nikah cerita ini bisa jadi
guideline untuk meningkatkan ikatan pernikahan yang udah dijalani.


"Apakah saya menikah dengan orang yang tepat"
Dalam sebuah seminar rumah tangga, seseorang audience tiba-tiba
melontarkan pertanyaan yang sangat lumrah, "bagaimana saya tahu kalo saya menikah dengan orang yang tepat?" Saya melihat ada seorang lelaki bertubuh besar duduk di sebelahnya, jadi saya menjawab "Ya.. tergantung. Apakah pria disebelah anda itu suami anda?" Dengan sangat serius dia balik bertanya "Bagaimana anda tahu?!" "Biarkan saya jawab pertanyaan yang sangat membebani ini." Inilah jawabanya!
SETIAP ikatan memiliki siklus.
Pada saat-saat awal sebuah hubungan, anda merasakan jatuh cinta dengan pasangan anda.Telpon darinya selalu ditunggu-tunggu, begitu merindukan belaian sayangnya, dan begitu menyukai perubahan sikap-sikapnya yang bersemangat, begitu menyenangkan. Jatuh cinta kepada pasangan bukanlah hal yang sulit.
Jatuh cinta merupakan hal yang sangat alami dan pengalaman yang begitu spontan. Ngga perlu berbuat apapun
Makanya dikatakan "jatuh" cinta! Orang yang sedang kasmaran kadang mengatakan "aku mabuk cinta"
Bayangkan ekspresi tersebut! Seakan-akan anda sedang berdiri tanpa melakukan apapun lalu tiba-tiba
sesuatu datang dan terjadi begitu saja pada anda. Jatuh cinta itu mudah.Sesuatu yang pasif dan spontan.
Tapi? Setelah beberapa tahun perkawinan, gempita cinta itu pun akan pudar.. perubahan ini merupakan siklus alamiah dan terjadi pada SEMUA ikatan. Perlahan tapi pasti.. telpon darinya menjadi hal yang merepotkan,
belaiannya ngga selalu diharapkan dan sikap-sikapnya yang bersemangat bukannya jadi hal yang manis, tapi malah nambahin penat yang ada.. Gejala-gejala pada tahapan ini bervariasi pada masing-masing individu,
namun bila anda memikirkan tentang rumah tangga anda, anda akan mendapati perbedaaan yang dramatis antara tahap awal ikatan,pada saat anda jatuh cinta, dengan kepenatan-kepenatan bahkan kemarahan
pada tahapan-tahapan selanjutnya.Dan pada situasi inilah pertanyaan "Did I marry the right person?" mulai
muncul, baik dari anda atau dari pasangan anda, atau dari keduanya..Nah Lho!
Dan ketika anda maupun pasangan anda mencoba merefleksikan eforia cintayang pernah terjadi.. anda mungkin mulai berhasrat menyelamieforia-eforia cinta itu dengan orang lain.Dan ketika pernikahan itu akhirnya kandas?Masing-masing sibuk menyalahkan pasangannya atas ketidakbahagiaan itu
dan mencari pelampiasan diluar.Berbagai macam cara, bentuk dan ukuran untuk pelampiasan ini.
Mengingkari kesetiaan merupakan hal yang paling jelas.Sebagian orang memilih untuk menyibukan diri dengan pekerjaannya,hobinya, pertemanannya, nonton TVsampe TVnya bosen ditonton, ataupun hal-
hal yang menyolok lainnya.Tapi tau ngga?! Bahwa jawaban atas dilema ini ngga ada diluar, justru jawaban ini hanya ada di dalam pernikahan itu sendiri. Selingkuh?? Ya mungkin itu jawabannya
Saya ngga mengatakan kalo anda ngga boleh ataupun ngga bisa selingkuh, Anda bisa!
Bisa saja ataupun boleh saja anda selingkuh, dan pada saat itu anda akan
merasa lebih baik. Tapi itu bersifat temporer, dan setelah beberapa tahun anda akan
mengalami kondisi yang sama (seperti sebelumnya pada perkawinan anda).
Perselingkuhan yang dilakukan sama dengan proses berpacaran yang pernah
anda lakukan dengan pasangan anda, penuh gairah. Tetapi, seandainya proses itu dilanjutkan, maka anda akan mendapati keadaan yang sama dengan pernikahan anda sekarang. Itu adalah siklus...
Karena.. (pahamilah dengan seksama hal ini) ..
KUNCI SUKSES PERNIKAHAN BUKANLAH MENEMUKAN ORANG YANG TEPAT,
NAMUN KUNCINYA ADALAH BAGAIMANA BELAJAR
MENCINTAI ORANG YANG ANDA TEMUKAN DAN TERUS MENERUS..!
Cinta bukanlah hal yang PASIF ataupun pengalaman yang spontan Cinta NGGA AKAN PERNAH begitu saja terjadi! Kita ngga akan bisa MENEMUKAN cinta yang selamanya Kita harus MENGUSAHAKANNYA dari hari ke hari. Benar juga ungkapan "diperbudak cinta" Karena cinta itu BUTUH waktu, usaha, dan energi. Dan yang paling penting, cinta itu butuh sikap BIJAK Kita harus tahu benar APA YANG HARUS DILAKUKAN agar rumah tangga berjalan dengan baik ..
Jangan membuat kesalahan untuk hal yang satu ini. Cinta bukanlah MISTERI
Ada beberapa hal spesifik yang bisa dilakukan (dengan ataupun tanpa pasangan anda) agar rumah tangga berjalan lancar. Sama halnya dengan hukum alam pada ilmu fisika (seperti gaya Gravitasi), dalam suatu ikatan rumah tangga juga ada hukumnya. Sama halnya dengan diet yang tepat dan olahraga yang benar dapat membuat tubuh kita lebih kuat, beberapa kebiasaan dalam hubungan rumah tangga juga DAPAT membuat rumah tangga itu lebih kuat. Ini merupakan reaksi sebab akibat. Jika kita tahu dan mau menerapkan hukum-hukum tersebut, tentulah kita bisa "MEMBUAT" cinta bukan "JATUH".
Karena cinta dalam pernikahan sesungguhnya merupakan sebuah DECISION,dan bukan cuma PERASAAN..!
jika ia sebuah cinta.....
ia tidak mendengar...
namun senantiasa bergetar.....
jika ia sebuah cinta.....
ia tidak buta..
namun senantiasa melihat dan merasa..
jika ia sebuah cinta.....
ia tidak menyiksa..
namun senantiasa menguji..
jika ia sebuah cinta......
ia tidak memaksa..
namun senantiasa berusaha..
jika ia sebuah cinta.....
ia tidak cantik..
namun senantiasa menarik..
jika ia sebuah cinta.....
ia tidak datang dengan kata-kata..
namun senantiasa menghampiri dengan
hati..
jika ia sebuah cinta......
ia tidak terucap dengan kata..
namun senantiasa hadir dengan sinar
mata..
jika ia sebuah cinta.....
ia tidak hanya berjanji..
namun senantiasa mencoba
memenangi..
jika ia sebuah cinta.....
ia mungkin tidak suci..
namun senantiasa tulus..
jika ia sebuah cinta......
ia tidak hadir karena permintaan..
namun hadir karena ketentuan....
jika ia sebuah cinta.....
ia tidak hadir dengan kekayaan dan
kebendaan...
namun hadir karena pengorbanan dan
kesetiaan..
Cintailah pasangan anda, seperti anda ingin dicintai olehnya
Setialah pada pasangan anda, seperti anda ingin mendapatkan kesetiaannya



ps:karena cinta adalah kata kerja bukan sekedar perasaan maka terus meneruslah mencintai pasangan kita dengan segenap ketidak sempurnaannya karena yang kita lakukan adalah 'bangun cinta' bukan'jatuh cinta'. jangan tanyakan "mumgkinkah dia orang yang tepat untuk kita?" tapi jadikan dia orang yang tepat untuk mendampingi hidup kita.

| 0 komentar ]

Semestinya pernikahan kita pahami melalui tiga pendekatan: pendekatan fitrah, fikih dan dakwah.

Pendekatan Fitrah

Pendekatan fitrah menegaskan kepada kita bahwa pernikahan adalah sebuah proses alami (sunatullah) atas segala makhluknya. Allah menciptakan makhluk-Nya dalam kondisi berpasangan.

Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sangat indah, dan untuk mereka Allah menciptakan pasangannya. Secara naluriah, manusia akan memiliki ketertarikan kepada lawan jenis. Ada sesuatu yang amat kuat menarik, sehingga laki-laki dengan dorongan naluriah dan fitrahnya mendekati perempuan. Sebaliknya, perempuan merasakan kesenangan tatkala didekati laki-laki.

Fitah ketertarikan terhadap lawan jenis ini tidak akan bisa dibunuh atau dimampatkan dengan cara apapun. Akan tetapi kebebasan penyaluran dan pengekspresiannya tanpa kendali juga menjerumuskan manusia kepada sifat kebinatangan bahkan kesetanan.

Maka pernikahanlah jalan tengah yang dihadirkan Islam sebagai solusi. Islam tidak mengakui prinsip hidup membujang (tabattul), bahkan walaupun untuk alasan menyucikan diri dan demi mendekatkan diri secara total hanya kepada Allah. Dan Rasulullah saw pun menegaskan bahwa nikah adalah bagian dari sunnah (ajaran) beliau.

Pendekatan Fikih

Islam adalah sistem (syari’at) sempurna yang mengatur segala urusan kehidupan manusia demi menghadirkan kebaikan dan kebahagiaan bagi mereka. Islam membimbing manusia dalam segala aspek baik keberadaannya secara individu maupun sosial. Perbaikan individu, pembinaan keluarga, pengarahan komunitas masyarakat serta pengkondisian manasia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi konsen syari’at Islam.

Keluarga adalah basis kekuatan masyarakat. Baik buruknya sebuah masyarakat bermula dari baik-buruknya keluaraga-keluarga yang ada dalam masyarakat tersebut. Dalam konteks ini Islam memberikan aturan dan bimbingan bagi setiap muslim dalam membentuk keluarga. Islam menjelaskan dengan begitu detail dan rinci mulai dari bagaimana prosedur pernikahan, kriteria calon suami atau istri, akad dan pesta pernikahan, hak dan kewajiban suami istri, aturan dalam berpoligami, perceraian beserta syarat-syaratnya, hak-hak anak dalam keluarga, perasaan solidaritas sesama anggota keluaraga, dan sebagainya. Semua aturan tersebut menjadi acuan bagi setiap muslim dalam menajalani pernikahan dan pembinaan keluarga.

(Secara detail tentang aturan-aturan Islam terkait pernikahan dan kehidupan keluarga silahkan merujuk kepada buku-buku fikih yang ada)

Pendekatan Dakwah

Setiap muslim adalah dai. Kita dituntut merealisasikan dakwah dalam seluruh kehidupan kita. Setiap langkah kita sesunguhnya adalah dakwah kepada Allah, sebab dengan itulah Islam terkabarkan kepada umat manusia, serta dengan itulah rahmat Islam tersebar ke seluruh alam. Bukankah dakwah bermakna mengajak manusia merealisasikan ajaran-ajaran Allah dalam kehidupan keseharian? Sudah selayaknya kita sebagai pelaku yang menunaikan pertama kali dan memberi contoh kepada yang lain.

Pernikahan akan bernilai dakwah apabila dilaksanakan sesuai dengan tuntunan (fikih) Islam di satu sisi, dan menimbang bebagai kemashlahatan dakwah dalam setiap langkahnya, pada sisi yang lain. Dalam memilih jodoh, dipikirkan kriteria pasangan hidup yang bernilai optimal bagi dakwah. Dalam menentukan siapa calon jodoh tersebut, dipertimbangkan pula kemashlahatan secara lebih luas, tidak hanya kemashlahatan pribadi tetapi juga keluarga, masyarakat dan dakwah secara keseluruhan.

[Maraji’: Cahyadi Takariawan, "Di Jalan Dakwah Aku Menikah"]

| 0 komentar ]

Ini pendapat Joe Vitale, penulis Spiritual Marketing. Juga pendapat banyak penulis lain yang dari pengalamannya mendapati bahwa semakin dia rela memberi (bersedekah) semakin banyak apa yang dia sumbangkan itu kembali kepada dirinya dengan berlipat-lipat. Kalau dia nyumbang uang, maka (biasanya) akan datang uang. Kalau tenaga, maka akan kembali banyak bantuan. Kalau ilmu, maka akan kembali lebih banyak ilmu. Mereka menemukan bahwa “to give in order to get” adalah suatu hukum universal.

Hanya sedekah yang tulus dan Ikhlaslah yang akan menggetarkan semesta. Jadi tidak semua pemberian akan memberikan efek pengembalian yang diharapkan.

Berikut ini cara bersedekah (menyumbang) yang mampu menggetarkan spiritualitas :

  1. Bersedekahlah saat merasa ingin bersedekah, jangan sampai merasa terpaksa. Bila saat bersedekah kita justru merasa kesal, maka akan tertanam di bawah sadar bahwa bersedekah itu tidak enak, bahkan mengesalkan. Mungkin seperti kalau kita bayar parkir kepada preman di pinggir jalan. Ada perasaan terpaksa, tak berdaya, bahkan dirampok. Bukan karena besar kecilnya nilai uang, tapi rela tidaknya perasaan saat memberikan sumbangan. Kalau anda sedang suntuk, tunggu sampai hati lebih riang. Memberi dengan berat hati akan memberi asosiasi buruk ke alam bawah sadar.
  2. Bersedekahlah kepada sesuatu yang disukai sehingga hati Anda tergetar karenanya. Mungkin suatu ketika Anda ingin menyumbang yatim piatu, di waktu lain mungkin menyumbang perbaikan jembatan, mungkin pelestarian satwa yang hampir punah, mungkin disumbangkan untuk modal usaha bagi seorang pemula. Intinya adalah Anda sebaiknya menyedekahkan pada hal yang membuat perasaan Anda tergetar. Setiap orang akan berbeda. Seringkali seseorang menyumbang ke tempat ibadah, tapi hatinya tidak sejalan, hanya karena kebiasaan. Menyumbang yang tak bisa dihayati tak akan menggetarkan kalbu.
  3. Bersedekahlah dengan sesuatu yang bernilai bagi Anda. Kebanyakan wujudnya adalah uang, namun lebih luas lagi adalah benda yang juga anda suka, pikiran, tenaga, ilmu yang anda suka. Dengan menyumbang sesuatu yang anda sukai, membuat anda juga merasa berharga karena memberikan sesuatu yang berharga.
  4. Bersedekahlah dalam kuantitas yang terasa oleh perasaan. Bagaimana rasanya memberi sedekah 25 rupiah? Bagi kebanyakan orang nilai ini sudah tidak lagi terasa. Untuk seseorang dengan gaji 1 juta, maka 50 ribu akan terasa. Bagi yang perpenghasilan 20 juta, mungkin 1 juta baru terasa. Setiap orang memiliki kadar kuantitas berbeda agar hatinya tergetar ketika menyumbang. Nilai 10 persen biasanya menjadi anjuran dalam sedekah (bukan wajib), mungkin karena sejumlah nilai itulah kita akan merasakan ‘beratnya’ melepas kenikmatan.
  5. Menyumbang anonim akan memberi dampak lebih kuat. Ini erat kaitannya dengan ketulusan, walaupun tidak anonim juga tak apa-apa. Dengan anonim lebih terjamin bahwa kita hanya mengharap balasan dari Tuhan (ikhlas).
  6. Bersedekah tanpa pernah mengharap balasan dari orang yang anda beri. Yakinlah bahwa Tuhan akan membalas, tapi tidak lewat jalan orang yang anda beri. Pengalaman para pelaku kebanyakan menunjukkan bahwa balasan datang dari arah yang lain.
  7. Bersedekahlah tanpa mengira bentuk balasan Tuhan atas sedekah itu. Walaupun banyak pengalaman menunjukkan bahwa kalau bersedekah uang akan dibalas dengan uang yang lebih banyak, namun kita tak layak mengharap seperti itu. Siapa tahu sedekah itu dibalas Tuhan dengan kesehatan, keselamatan, rasa tenang, dll, yang nilainya jauh lebih besar dari nilai uang yang disedekahkan.


Demikian berbagai hal yang berkaitan dengan prinsip bersedekah. Prinsip-prinsip ini sangat sesuai dengan petunjuk rasulullah Muhammad berkaitan dengan sedekah dan keutamaannya. Ada hadits yang menyatakan bahwa tak akan menjadi miskin orang yang bersedekah. Dijamin.

Selain itu bersedekah juga menghindarkan diri dari marabahaya.

Ada sebuah kisah.

Suatu ketika rasulullah sedang duduk bersama para sahabat. Lalu melintaslah seorang yang memanggul kayu bakar. Tiba-tiba Rasulullah berkata kepada para sahabat, “Orang ini akan meninggal nanti siang”. Sorenya ketika Rasulullah duduk bersama para sahabat, melintaslah orang tersebut. Maka dipanggillah orang tersebut oleh rasul dan ditanya, “Aku diberitahu (malaikat) tadi pagi bahwa kamu akan menemui ajal siang tadi.

Tapi kulihat kamu masih segar bugar. Apa yang telah kamu lakukan?” Kemudian orang itu berkisah bahwa tadi pagi dia membawa bekal makan siang. Lalu di tengah jalan bekal itu dia sedekahkan kepada orang yang membutuhkan.

Selanjutnya, kata orang itu, saat kayu-kayu bakar diletakkan tiba-tiba seekor ular hitam keluar lari menjauh dari dalamnya. Rasulullah kemudian menjelaskan bahwa ular itulah yang sedianya akan mematuk orang tersebut, namun dia berpindah takdir karena sedekahnya menghindarkan dia dari bahaya tersebut.

Kisah itu menunjukkan keutamaan sedekah yang bisa menghindarkan diri dari bahaya, sekaligus menujukkan bahwa cara Tuhan membalas sedekah tidak dalam bentuk dan jalan yang kita sangka sangka .